Monday, December 8, 2008

Nonton Malaysian Philharmonic Orchestra

Seumur-umur saya belum pernah nonton yang namanya music orchestra, dalam benak saya sudah tertanam bahwa penonton dan pemain orkestra adalah orang-orang yg berkelas, bercita rasa musik tinggi serta mengenakan fashion era mutakhir. Jauh beda dengan saya yang kumel, berpakaian seenak udel dan suka lagu-lagu rock. Jadi buat saya, nonton musik orkestra merupakan kemewahan sendiri.

Mumpung dapat tiket gratis saya pun tertarik untuk mencoba menikmati live musik klasik ini. Didalam tiket tertulis bahwa kita diwajibkan untuk memakai baju batik atau jas serta sepatu sopan. Kalau anda hanya memakai kaos, jeans dan sandal jepit sudah pasti anda akan ditendang keluar. Saya juga heran kenapa sih mesti rapi-rapi amat, musik kan universal, siapa aja boleh mendengarkan walaupun dia cuma pake sarung, ya enggak? Kakak saya juga pernah cerita bahwa di negeri asalnya musik klasik, Austria, dia pernah nonton orkestra dengan hanya mengenakan kaos, jeans dan sandal, tapi boleh masuk tuh.

Akhirnya dengan mengenakan jas yang sudah sempit dan sepatu kawinan andelan, saya pun akhirnya nonton juga Malaysian Philharmonic Orchestra ini. Ruangannya tidak terlalu besar seperti yang saya bayangkan, ada balkon di kiri dan kanan ruangan, serta langit-langit tinggi yang dihias oleh ornamen nan indah. Lightingnya warm, AC tidak terlalu dingin, penonton pria memakai jas, ada juga yang pakai batik lokal dan penonton wanitanya mengenakan baju-baju pesta. Mirip suasana orang kaya deh. Cuma memang tidak ada anak kecil, takut berisik soalnya. Walaupun begitu, ada juga orkestra yang khusus dipersembahkan oleh anak-anak dan untuk anak-anak di sini, tapi kita mesti melihat jadwalnya terlebih dahulu.

Belum ada 5 menit duduk, pemain musik Malaysian Music Orchestra (MPO) pun mulai berdatangan. Mereka langsung sibuk menyetem alat2 musik mereka, terdengar bunyi-bunyi alat musik ngak ngik ngok, tapi tidak mengganggu. Tak lama kemudian konduktor dengan rambut gondrong ala 80 an datang dengan diiringi tepuk tangan yg menggema di seluruh ruangan. Setelah saya perhatikan daftar nama pemain musik MPO dan tampang2nya, saya yakin bahwa 90% dari mereka adalah orang asing yang kebanyakan orang bule. Terus kemana yah orang2 Malaysianya? Namanya doang Malaysian Philharmonic Orchestra tapi isinya hampir orang bule semua.

Setelah mendapatkan aba-aba dari konduktor mulai lah musik klasik yang terkadang sedih, gembira dan marah mengalir deras. Saya kira tiap pemain MPO akan di berikan alat pengeras suara di tiap alat musiknya, tapi ternyata tidak tuh, jadi musik yang keluar asli banget didukung oleh ruangan dengan resonansi yang baik. Saya tidak ingat apa saja dulu lagunya, karena judulnya panjang-panjang dan aneh-aneh, pokoknya ada tiga lagu secara keseluruhan. Konser di mulai pada pukul 8.30 malam dan selesai pukul 11 malam plus istirahat 20 menit.

Yang menarik dari konser ini adalah saat masuknya pemain tamu (bule) yang piawai sekali bermain piano, jari-jarinya mengalir deras mengeluarkan nada-nada indah di tiap-tiap tuts piano secara sempurna. Alunan violin dan piano saling bersahut-sahutan secara merdu membuat saya terbuai sejenak. Sayangnya di akhir konsert pemain piano kaliber dunia ini kayaknya di 'paksa' oleh panitia untuk membawakan lagu-lagu Malaysia. Yang membuat saya terkejut lagi, 'lagu malaysia' yg dibawakan itu ternyata adalah lagu Rasa Sayange punya kita, punya Indonesia!

Entah karena terpaksa dan kurang latihan, lagu Rasa Sayange dan satu lagi lagu apa saya lupa tapi kayaknya lagu Indonesia juga yang diaku-aku oleh Malaysia ini buat saya terdengar kedodoran dan agak maksa. Untung lagu-lagu ini dimainkan sebentar, kalau enggak saya sudah kabur kali. Yang lucu buat saya, entah apakah ini memang tradisi musik orkestra atau bukan, setiap lagu habis sang konduktor akan diberi tepuk tangan dan menghilang di balik panggung. Kemudian dia akan muncul kembali serta memberi hormat pada penonton dan penonton akan bertepuk tangan lagi. Setelah itu dia balik lagi ke balik panggung, kemudian kembali lagi ke panggung, begitu terus, saya hitung sampai lima kali mungkin.

Yang lucu juga buat saya, mungkin karena tidak boleh batuk selama musik berlangsung, setiap musik habis para penonton pun berlomba-lomba batuk, kasian, kayaknya mereka nahan-nahan batuk selama konser berlangsung. Jadi ada baiknya kalau lagi batuk parah anda jangan nonton musik orkestra deh. Oh ya, di dalam ruang konser anda tidak boleh motret, bisa saja sih anda mencuri-curi motret dengan menggunakan handphone kamera, tapi kalau ketahuan biasanya anda bakalan didamprat oleh sekuriti.

Buat saya yang orang ndeso ini, nonton musik orkestra secara live merupakan pengalaman yg menarik. Harga tiketnya pun buat saya masuk akal, anda bisa mendapatkan tiket dengan harga hanya RM 20 untuk kelas kambing. Kelas lainnya juga ada dan yang paling mahal adalah RM 80. 1 RM itu sekitar Rp 3000. Anda bisa cek daftar acara dan membeli tiketnya secara online di websitenya MPO. Malaysian Philharmonic Orchestra ini terletak di KLCC atau gedung Petronas Twin Towers. Orkestra ini didirikan pada tanggal 17 Agustus 1998 oleh Petronas, perusahaan minyaknya Malaysia. Kapan nih Pertamina membuat seperti ini?

1 comment:

  1. Tentang lagu itu punya siapa, sebenarnya lagu itu punya kita bersama Malaysia-Indonesia (mungkin saja Singapore dan Brunei). Kerana kita berkongsi tradisi yang sama. Kalau Indonesia itu kan baru muncul pada 1945, dan Malaysia 1963. Saya yakin lagu itu muncul jauh lebih lama dari Malaysia dan Indonesia. Kalau ditanya punya siapa?, mungkin punya raa Melayu, Jawa, Banjar, atau Bugis. Siapa tahu. Tapi yang pasti seni itu tidak dibatasi oleh sempadan negara ciptaan penjajah (Ingris dan Belanda).

    ReplyDelete